
Pessel – Beberapa Daerah di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menjalankan pemilihan Badan Musyawarah (Bamus) atau diluar Sumbar disebut juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Indonesia sebagai negara demokrasi, semua sistem pemilihan diadakan dengan sistem terbuka. bahkan untuk di tingkat perangkat Nagari (desa).
Demokrasi secara etimologi menurut Miriam Budiardjo adalah suatu sistem dimana kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi yang secara efektif diawasi oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik.
Demokrasi merupakan sistem yang dipilih oleh pendiri bangsa untuk mencapai tujuan nasional. Inti dari demokrasi adalah pengakuan atas kekuasaan tertinggi dalam negara ada di tangan rakyat. Manifestasi tertinggi prinsip kedaulatan rakyat adalah konstitusi, karena merupakan hasil perjanjian seluruh rakyat. Hal itu menjadi dasar bagi kedudukan konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam negara.
Mengerucut pada Bamus atau BPD merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari (desa).
Bamus Nagari dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya nagari (desa), Bamus Nagari merupakan lembaga baru di nagari pada era otonomi daerah di Indonesia.
Bamus atau BPD ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa.
Dalam pemilihan Badan Musyawarah (Bamus) atau Badan Permusyawarah Desa (BPD) dilaksanakan di beberapa wilayah Sumatra Barat, Khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan.
Pemilihan Bamus ini harus perlu di pantai di awasi. Karena takut adanya unsur politik uang dalam pemilah Bamus tersebut.
Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.
Dengan adanya para calon yang memulai suap untuk mendapatkan kursi atau jabatan tertentu. contohnya jabatan di Bamus, tidak menutup kemungkinan akan adanya keinginan untuk korupsi atau Mungkin gratifikasi setelah mereka duduk di jabatan tersebut.
Mau nggak mau ya untuk balik modal uang yang sudah di keluarkan masa pencalonan dahulu.
Di tingkat Bamus saja sudah adanya politik uang (money politik). apalagi untuk di tingkatan yang lebih tinggi.
Jadi, untuk menciptakan demokrasi yang bersih dan aman, kita perlu mengawasi dan menghindari yang namanya politik uang.
Mulailah dari tingkatan paling bawah hingga ke tingkat atas. jika di pemilihan Bamus saja ada Politik uang. apalagi di tingkatkan yang lebih tinggi seperti Pilkades, pileg, Pilkada hingga pilpres
Penulis Isep Ilham
Pemuda Tapan Pesisir Selatan