
Oleh : Selfi Ananta
Krisis kepercayaan yang melibatkan institusi-institusi pemerintahan dan swasta telah meruncing sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap stabilitas dan kemajuan suatu negara. Di tengah kompleksitas dinamika sosial, ekonomi, dan politik, masalah ini terakar dalam praktek korupsi yang merugikan kepentingan masyarakat dan merusak fondasi moral dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam menyikapi krisis kepercayaan yang meluas, langkah-langkah strategis perlu diambil untuk membangun transparansi sebagai alat utama dalam melawan korupsi. Transparansi tidak hanya sekadar keterbukaan informasi, tetapi juga merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, memperbaiki sistem tata kelola, dan memberantas praktik-praktik korup yang merajalela.
Transparansi bukanlah sekadar pemenuhan kewajiban publik untuk memberikan informasi, melainkan fondasi utama dalam membangun kepercayaan. Dengan memberikan akses yang lebih luas terhadap informasi, kita tidak hanya membuka pintu partisipasi masyarakat, tetapi juga merancang jalan menuju pemerintahan yang lebih bersih dan akuntabel.
Ditekankan bahwa krisis kepercayaan bukan hanya gejala yang terisolasi. Ini bersinggungan dengan kelemahan dalam tata kelola, penegakan hukum yang rendah, dan kurangnya akuntabilitas. Oleh karena itu, solusi harus bersifat holistik, mencakup perbaikan sistem secara menyeluruh.
Membangun transparansi ini juga mengharuskan perubahan budaya dalam masyarakat dan lembaga-lembaga terkait. Kesadaran akan pentingnya integritas dan etika dalam tata kelola menjadi landasan untuk memperkuat transparansi.
untuk menyikapi krisis kepercayaan dan membangun transparasi sebagai upaya melawan korupsi. Belum ada undang-undang yang secara spesifik tentang “Menyikapi Krisis Kepercayaan: Membangun Transparasi sebagai Benteng Kuat Melawan Korupsi” di indonesia. Namun, ada beberapa undang-undang dan regulasi yang relevan mencakup aspek-aspek yang terkait dengan upaya membangun transparansi untuk melawan korupsi. Salah satu UU Yang terkait yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU PTPN): Undang-undang ini mendasarkan pada prinsip pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam penyelenggaraan negara dan Menyediakan dasar hukum untuk pembentukan dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang berfokus pada pemberantasan korupsi.
Selain undang-undang tersebut , berbagai peraturan pemerintahan dan kebijakan daerah juga dapat mencakup aspek-aspek yang mendukung upaya membangun transparansi dan melawan korupsi. Misalnya, regulasi terkait pengelolaan keuangan negara, tata kelola perusahaan, dan pengadaan barang dan jasa.
Upaya pemerintah Menyikapi Krisis Kepercayaan Membangun Transparasi sebagai Benteng Kuat Melawan Korupsi yaitu dengan melakukan transparasi anggaran , pemerintah membuka akses informasi anggaran publik secara online , termasuk pengeluaran dan penerimaan dana, untuk memberikan kejelasan terhadap alokasi dan penggunaan dana publik. Pemerintah juga bisa melakukan audit independen dan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan dan proyek pemerintahan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi.
Transparansi bukan sekadar tindakan administratif untuk mempublikasikan informasi. Ini adalah fondasi moral dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan dan bisnis. Dengan membangun transparansi, kita membuka pintu partisipasi masyarakat, meningkatkan akuntabilitas lembaga-lembaga publik, dan menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi praktik-praktik korupsi.
Transparansi menempatkan setiap tindakan di bawah sorotan publik. Ini mendorong pertanggungjawaban, mengurangi celah untuk perilaku koruptif, dan menciptakan landasan untuk pemerintahan yang bersih. Melalui transparansi, kita tidak hanya menyikapi krisis kepercayaan, tetapi juga merumuskan solusi yang berkelanjutan untuk melawan korupsi.
Salah satu kasus di Indonesia yang mencerminkan upaya menyikapi krisis kepercayaan dan membangun transparansi melawan korupsi adalah kasus yang melibatkan Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2015. Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan RI mengalami krisis kepercayaan setelah munculnya informasi terkait dugaan praktik korupsi dan penyalahgunaan keuangan di beberapa unit kerja di dalamnya. Pelaporan dari berbagai pihak, termasuk media massa dan lembaga pemantau keuangan, menggambarkan adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan alokasi dana.
Kementerian Keuangan segera merespons dengan melakukan pemeriksaan dan audit mendalam terhadap unit-unit yang terlibat. Audit internal dan eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi potensi kelemahan, penyimpangan, dan pelanggaran etika. Hasil audit memunculkan temuan-temuan yang signifikan terkait pelanggaran etika dan hukum. Pemerintah segera mengambil tindakan tegas, termasuk pemecatan beberapa pejabat kunci yang terlibat dan memberlakukan sanksi hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kementerian Keuangan memulai langkah-langkah penguatan dalam sistem pengawasan internal dan eksternal. Mereka meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan mengumumkan informasi keuangan secara terbuka kepada publik, termasuk melalui situs web resmi. Untuk mengatasi krisis kepercayaan, Kementerian Keuangan berusaha melibatkan masyarakat dan media dalam proses perbaikan. Mereka menyelenggarakan sesi-sesi dialog dan konferensi pers untuk menjelaskan langkah-langkah yang diambil dan memastikan informasi yang diberikan secara transparan. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang, Kementerian Keuangan membentuk unit anti-korupsi internal yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan internal dan memberikan rekomendasi perbaikan.
Kasus ini menunjukkan bahwa respons pemerintah yang cepat, tegas, dan transparan dapat membantu menyikapi krisis kepercayaan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sistem internal, memberikan sanksi, dan melibatkan masyarakat adalah contoh konkret bagaimana membangun transparansi dapat menjadi benteng kuat melawan korupsi dalam konteks pemerintahan di Indonesia.
Penulis : Selfi Ananta
Mahasiswi Universitas Baiturrahmah Padang Sumatera Barat